Palembang - Setiap kali membicarakan kerajaan Sriwijaya, orang selalu menghubungkannya dengan kegagahan armada lautnya. Selalu dikisahkan armada laut Sriwijaya mampu menaklukkan berbagai kerajaan di Nusantara, Asia, hingga ke Afrika. Dengan latar belakang kisah itu, seharusnya prestasi olahraga Indonesia, khususnya Sumatra Selatan, menonjol di Asia maupun di International.
Mengapa?
Tradisi kelaskaran Sriwijaya tentunya menyentuh berbagai jenis olahraga tradisional seperti yang dilombakan dalam berbagai event atau pesta olahraga saat ini. Misalnya olahraga atletik, dayung, bela diri, dan renang.
Tepatnya laskar Sriwijaya yang gagah dan berani, dan mampu bertarung di darat maupun di laut, tentunya memiliki fisik dan kemampuan bela diri yang hebat. Contohnya di laut, mereka selain mampu mendayung dengan cepat juga harus mampu berenang cepat, melompat tinggi maupun jauh, termasuk menyelam ke dalam air. Selain bela diri, mereka pun harus mampu menggunakan senjata seperti lembing, serta senjata tajam lainnya.
Bahkan, pada masyarakat awal di Sumatra Selatan, yakni yang hidup dan berkembang di sepanjang Bukit Barisan, diperkirakan telah dikenal sejumlah jenis olahraga, seperti lari dan menunggang hewan. Menurut budayawan Erwan Suryanegara, ini terbaca pada lukisan dinding batu, lalu artefak "Menungang gajah" di Tegurwangi, "Menunggang kerbau" di Geramat.
Jadi, secara umum masyarakat yang hidup di masa kerajaan Sriwijaya, seperti umumnya masyarakat yang hidup di masa kerajaan besar lainnya di dunia seperti di Yunani, Romawi, Mesir, dan di Tiongkok, jelas sudah mengenal sejumlah olahraga seperti lari, bela diri, mendayung, lempar lembing, lompat jauh, lompat tinggi, renang, menyelam, juga pacuan hewan.
"Spirit Sriwijaya"
Melihat gambaran di atas, seharusnya prestasi atlet Indonesia menonjol di dunia international, setidaknya di Asia. Kejayaan atlet Tiongkok, Jepang, Thailand, dan lainnya, tak terlepas dari sejarah bangsa mereka yang pernah melahirkan beberapa kerajaan besar di dunia.
Tetapi faktanya atlet Indonesia justru menonjol pada sejumlah olahraga yang bukan bagian dari tradisi bangsa ini, seperti Bulutangkis, sementara pada olahraga yang memiliki tradisi yang kuat di Indonesia seperti digambarkan di atas tidaklah begitu menonjol atau prestasinya kurang mumpuni di tingkat international.
Mengapa ini terjadi? Dalam sebuah perbincangan dengan penulis, menurut Walikota Palembang Eddy Santana Putra, salah satu faktornya para atlet Indonesia tidak memanfaatkan "spirit Sriwijaya". Jika mereka memanfaatkan "spirit Sriwijaya", mereka akan tampil optimal dalam menunjukkan kemampuan dan prestasinya, layaknya laskar-laskar Sriwijaya di masa lalu.
Selama ini, kejayaan dan kebesaran Sriwijaya hanya dimengerti sebagai "masa lalu", dan sedikit sekali dimanfaatkan para atlet sebagai modal buat meningkatkan prestasinya.
Ditunjuknya Palembang sebagai salah satu kota penyelenggaraan SEA Games 2011 mendatang, para atlet Indonesia yang berjuang meraih prestasi terbaik di Palembang selayaknya mampu memanfaatkan atau mengoptimalkan "spirit Sriwijaya" tersebut.
Artinya kejayaan dan kebesaran Sriwijaya mampu dikelola sebagai modal buat meningkatkan mental dan kemampuan yang optimal.
"Asia Tenggara itu 'kan wilayah kekuasaan kerajaan Sriwijaya. Dan pusat kekuasaan Sriwijaya itu di Palembang. Jadi sudah sepantasnya para atlet Indonesia mampu menaklukkan atlet dari Asia Tenggara lainnya di Palembang," kata Eddy Santana Putra.
Bukan hanya atletnya yang dapat memanfaatkan "spirit Sriwijaya", juga rakyat Indonesia yang menyaksikan pesta olahraga di Asia Tenggara ini.
Kini, menjelang pesta olahraga yang tinggal menunggu beberapa bulan ini, kiranya para atlet, pelatih, manajer, maupun rakyat Indonesia ada baiknya merenungkan, menanamkan "spirit Sriwijaya" tersebut.
==
* Penulis adalah wartawan
detikcom, tinggal di Palembang. Tulisan ini merupakan opini pribadi, tidak mencerminkan sikap/opini redaksi.